Jumat, 08 Juni 2012

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
SEKOLAH :
MATA PELAJARAN : Bahasa Indonesia
KELAS : X
SEMESTER : 1

A. STANDAR KOMPETENSI :
Mendengarkan : 1. Memahami siaran atau cerita yang disampaikan secara langsung /tidak langsung

B. KOMPETENSI DASAR :
1.2 Mengidentifikasi unsur sastra (intrinsik dan ekstrinsik) suatu cerita yang disampaikan secara langsung atau melalui rekam¬an

C. MATERI PEMBELAJARAN :
Rekaman cerita, tuturan langsung (kaset, CD, buku cerita)
 • unsur intrinsik (tema, alur, konflik, penokohan, sudut pandang, dan amanat)
 • unsur ekstrinsik (agama, politik, sejarah, budaya)

D. INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI :
No.Indikator pencapaian KompetensiNilai budaya dan Karaker Bangasa Kewirausahaan/ Ekonomi Kreatif
1Menyampaikan unsur-unsur  ekstrinsik (nilai moral,kebudayaan, agama, dll.).• Bersahabat/ komunikatif • Kepemimpinan
2Menanggapi (setuju atau tidak setuju) unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik yang disampaikan teman.• Tanggung jawab
3Menyampaikan  unsur-unsur intrinsik  ( tema, penokohan, konflik,  amanat, dll.).

4Menanggapi (setuju atau tidak setuju) unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik yang disampaikan teman.Menanggapi (setuju atau tidak setuju) unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik yang disampaikan teman.


E. TUJUAN PEMBELAJARAN* :
Siswa dapat:
• Menyampaikan unsur-unsur intrinsik ( tema, penokohan, konflik, amanat, dll.) yang terkandung di dalam cerita yang disajikan disertai contoh kutipannya.
• Menyampaikan unsur-unsur ekstrinsik (nilai moral,kebudayaan, agama, dll.) yang terkandung di dalam cerita yang disajikan disertai contoh kutipannya.
• Menanggapi (setuju atau tidak setuju) unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik yang disampaikan teman dengan menggunakan bahasa yang santun dan efektif.

F. METODE PEMBELAJARAN :
- Penugasan
- Diskusi
- Tanya Jawab
- Unjuk kerja
- Ceramah
- Demonstrasi

G. Strategi Pembelajaran
Tatap MukaTerstruktur Mandiri
• Memahami siaran atau cerita yang disampaikan secara langsung /tidak langsung.
• Menyampaikan unsur-unsur  ekstrinsik (nilai moral,kebudayaan, agama, dll.)
• Mencari siaran atau cerita yang disampaikan secara langsung /tidak langsung 
• Menanggapi (setuju atau tidak setuju) unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik yang disampaikan teman.
• Siswa dapatMenyampaikan  unsur-unsur intrinsik  ( tema, penokohan, konflik,  amanat, dll.) yang terkandung di dalam cerita yang disajikan disertai contoh kutipannya.
• Siswa Menyimpulkan tentangsiaran atau cerita yang disampaikan secara langsung /tidak langsung.

H. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN :

No.Kegiatan Belajar Nilai Budaya dan Karakter Bangasa
1
Kegiatan Awal :
- Guru menjelaskan Tujuan Pembelajaran hari ini.
Bersahabat/ komunikatif
2Kegiatan Inti :
? Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi :
? Mendengarkan cerita daerah tertentu (Misalnya: Si Kabayan, Roro Jonggrang, Malin Kundang)*
? Mengidentifikasi unsur intrinsik dan ekstrinsik
? Menyampaikan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik.
? Elaborasi
Dalam kegiatan elaborasi,
? ceritakan yang disampaikan secara langsung atau melalui rekam¬an
? Diskusi dan tanya jawab
? Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi, Siswa:
? Menyimpulkan tentang hal-hal yang belum diketahui
? Menjelaskan tentang hal-hal yang belum diketahui.
Tanggung jawab
3
Kegiatan Akhir :
- Refleksi
- Guru menyimpulkan pembelajaran hari ini.

Bersahabat/ komunikatif

I. ALOKASI WAKTU :
4 x 40 menit

J. SUMBER BELAJAR/ALAT/BAHAN :
Buku cerita/kaset LKS : Tim. Bahasa Indonesia SMA X. Sukoharjo: Pustaka Firdaus. Buku pendamping: Syamsuddin A.R. Kompetensi Berbahasa dan Sastra Indonesia Kelas X. Surakarta: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. 2006.

 K. PENILAIAN :
Jenis Tagihan:
Tugas individu
Ulangan

Bentuk Instrumen:
Uraian bebas
Pilihan ganda
Jawaban singkat


Mengetahui,     2011
Kepala Sekolah                                                    Guru Mata Pelajaran



NIP.                                                                      NIP.

Kamis, 07 Juni 2012

Pengertian Karangan Eksposisi

Kata ekposisi yang diambil dari kata bahasa Inggris ekxposition sebenarnya berasal dari kata bahasa Latin yang berarti “membuka” atau “memulai” (to set fourth) (Ahmadi dkk, 1981:7). Eksposisi atau ekspositori juga bisa disebut paparan yaitu suatu paragraf yang menampilkan suatu objek yang peninjauannya tertuju pada satu unsur saja dengan cara penyampaiaan yang menggunakan perkembangan analisis kronologis atau keruangan (Arifin&Tansai, 2002:129). Seorang penulis tulisan eksposisi akan mengatakan, “Saya menceritakan kepada kalian semua kejadian dan peristiwa ini dan menjelaskan agar saudara-saudara dapat memahaminya.” (Parera, 1993:5). Dengan demikian Parera berpendapat bahwa tulisan eksposisi merupakan tulisan atau paragraf yang menampilkan suatu objek yang peninjauannya tertuju pada satu unsur saja dengan cara penyampaiaan yang menggunakan perkembangan analisis kronologis atau keruangan agar pembaca memahaminya. Fulton (dalam Gie,2002:62) mengatakan bahwa tulisan paparan adalah bentuk tulisan yang dengannya orangn melakukan pembeberan yang jelas, memadai dan netral tentang suatu hal yang termasuk dalam bidang pengetahuan manusia. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tulisan eksposisi merupakan tulisan yang menampilkan suatu objek yang peninjauannya tertuju pada satu unsur saja secara jelas, memadai, dan netral sehingga pembaca dapat memahaminya.
   
Sesuai dengan pengertian eksposisi di atas, tujuan dari penulisan eksposisi adalah untuk memberitahu, mengupas, mengurai, atau menerangkan sesuatu. Dalam tulisan eksposisi, masalah yang dikomunikasikan adalah pemberitahuan dan informasi. Hal tersebut sejalan dengan Ahmadi dkk (1981:7) bahwa tujuan utama penulisan paragraf eksposisi itu hanya semata-mata untuk membagikan informasi dan tidak sama sekali untuk mendesakkan atau memaksakan orang lain untuk menerima pandangan atau pendirian tertentu sebagai sesuatu yang sahih. Untuk itu biasanya tulisan eksposisi dapat disebut sebagai wacana informative.
Menurut Ahmadi dkk (1981:7), hal atau sesuatu yang diinformasikan dalam tulisan eksposisi itu bisa berupa hal-hal sebagai berikut.
(1) Data faktual, misalnya tentang suatu kondisi yang benar-benar terjadi atau bersifat historis, tentang bagaimana sesuatu bekerja, tentang bagaimana suatu operasi diperkenalkan, dan sebagainya.
(2) Suatu analisis atau suatu penafsiran yang objektif terhadap seperangkat fakta.
(3) Atau berupa fakta tentang seseorang yang berpegang teguh pada suatu pendirian yang khusus asalkan tujuan utamanya adalah untuk memberikan informasi.

Fungsi dan Tujuan Evaluasi Pembelajaran Menulis

          Evaluasi hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria-kritria tertentu. Penilaian proses belajar adalah upaya memberi nilai terhadap kegiatan belajar-mengajar yang dilakukan oleh siswa dan atau guru dalam mencapai tujuan-tujuan pengajaran. Sudjana (2005:3) mengatakan ada tiga fungsi evaluasi yaitu sebagai berikut.
(1) Alat untuk mengetahui tercapai-tidaknya tujuan intruksional.
    (2) Umpan balik bagi perbaikan proses pembelajaran.
    (3) Dasar dalam menyusun laporan kemajuan belajar siswa kepada orang tuanya.
Sudjana (2005:4) mengatakan bahwa dalam konteks pelaksanaan pendidikan, evaluasi memiliki tujuan antara lain sebagai berikut.
    (1) Mendeskripsikan kecakapan belajar siswa sehingga dapat diketahui kelebihan dan kekurangannnya dalam berbagai bidang studi setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
    (2) Mengetahui efektivitas metode pembelajaran yang digunakan dalam upaya untuk membentuk siswa yang berkualitas dalam aspek intelektual, sosial, emosional, maral, dan keterampilan
    (3) Untuk menentukan tindak lanjut hasil penilaian yaitu dengan melakukan perbaikan dan penyempurnaan dalam hal program pendidikan dan pengajaran serta strategi pelaksanaannya.
    (4) Untuk memberikan pertanggungjawaban (accountability) dari pihak sekolah ke pihak-pihak yang berkepentingan seperti pemerintah, masyarakat dan orang tua.

Pengertian Pengukuran, Asesmen, dan Evaluasi dalam Pembelajaran Menulis

Evaluasi merupakan salah satu kegiatan utama yang harus dilakukan oleh seorang guru dalam kegiatan pembelajaran. Dengan penilaian, guru akan mengetahui perkembangan hasil belajar, intelegensi, bakat khusus, minat, hubungan sosial, sikap dan kepribadian siswa atau peserta didik. Sesungguhnya, dalam konteks penilaian ada beberapa istilah yang digunakan, yakni pengukuran, assessment dan evaluasi.
Pengukuran atau measurement merupakan suatu proses atau kegiatan untuk menentukan kuantitas sesuatu yang bersifat numeric (Wordpress, 2008).
   
Winkel (1996:477) juga mengatakan bahwa pengukuran merupakan deskripsi kuantitatif tentang keadaan suatu hal sebagaimana adanya atau tentang perilaku yang nampak pada seseorang, atau tentang prestasi. Untuk itu, pengukuran lebih bersifat kuantitatif, bahkan merupakan instrumen untuk melakukan penilaian. Nurhasanah&Widodo, (1993:72) mengatakan bahwa pengukuran kemampuan menulis adalah proses atau tindakan untuk menentukan kualitas kemampuan menulis. Nurhasanah & Widodo (1993:72–74) memaparkan ada empat jenis pengukuran untuk mengukur kemampuan menulis yaitu sebagai berikut.
(1) Pengukuran subjektif, adalah pengukuran yang dilakukan dengan cara memeriksa langsung karangan berdasarkan impresi pemeriksa.
(2) Pengukuran objektif, adalah pengukuran yang dilakukan dengan cara mencocokkan pekerjaan dengan kunci yang ada
(3) Pengukuran global, adalah pengukuran yang dilakukan secara global tanpa melihat aspek-aspek kemampuan menulis yang mendukungnya agar melihat kemampuan menulis secara utuh.
(4) Pengukuran aspek-peraspek, adalah pengukuran kemampuan menulis yang bertujuan untuk melihat kemampuan aspek-peraspek yang mendukung kemampuan menulis secara utuh.
Sementara, pengertian asesmen (assessment) adalah kegiatan mengukur dan mengadakan estimasi terhadap hasil pengukuran atau membanding-bandingkan dan tidak sampai ke taraf pengambilan keputusan (Wordpress, 2008). Sedangkan evaluasi secara etimologi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang bertarti value, yang secara secara harfiah dapat diartikan sebagai penilaian (Echols&Shadily, 1996:220). Namun, dari sisi terminologis ada beberapa definisi yang dapat dikemukakan. Dalam Wordpress (2008), ketiga definisi evaluasi dari sisi terminologis yaitu:
(1) suatu proses sistematik untuk mengetahui tingkat keberhasilan sesuatu.
(2) kegiatan untuk menilai sesuatu secara terencana, sistematik dan terarah berdasarkan atas tujuan yang jelas.
(3) proses penentuan nilai berdasarkan data kuantitatif hasil pengukuran untuk keperluan pengambilan keputusan.
Berdasarkan pada berbagai batasan 3 jenis penilaian di atas, maka dapat diketahui bahwa perbedaan antara evaluasi dengan pengukuran adalah dalam hal jawaban terhadap pertanyaan “what value” untuk evaluasi dan “how much” untuk pengukuran (Wordpres, 2008). Sedangkan asesmen berada di antara kegiatan pengukuran dan evaluasi. Akan tetapi, sekalipun makna dari ketiga istilah (measurement, assessment, evaluation) secara teoretik definisinya berbeda, tetapi dalam kegiatan pembelajaran terkadang sulit untuk membedakan dan memisahkan batasan antara ketiganya dan evaluasi pada umumnya diawali dengan kegiatan pengukuran (measurement) serta pembandingan (assessment).
Winkel (1996:475) mengatakan bahwa evaluasi adalah penentuan sampai berapa jauh sesuatu berharga, bermutu, atau bernilai. Evaluasi terhadap hasil belajar yang dicapai oleh siswa dan tehadap proses belajar mengajar mengandung penilaian terhadap hasil belajar atau proses belajar itu. Salah satu kegiatan evaluasi pembelajaran dapat dilakukan dengan pengukuran. Adapun langkah-langkah pokok dalam penilaian secara umum terdiri dari: (1) perencanaan, (2) pengumpulan data, (3) verifikasi data, (4) analisis data, dan (5) interpretasi data.

Tujuan Pembelajaran Menulis

Menurut Nurchasanah&Widodo (1993:62–66), tujuan pembelajaran menulis dapat ditentukan berdasarkan aspek yang diinginkan dicapai oleh siswa. Tujuan tersebut antara lain sebagai berikut.
(1) Tujuan yang bersifat teoretis dan praktis, biasanya diwujudkan dalam pengajaran menulis secara serentak, maksudnya dalam pertemuan pengajaran tertentu siswa diharapkan dapat mencapai tujuan yang bersifat teoretis sekaligus dapat mencapai tujuan yang bersifat praktis. Tujuan yang bersifat teoretis menitikberatkan pembelajaran pada aspek teori menulis sedangkan tujuan yang bersifat praktis menitikberatkan pada aspek praktek menulis.
    (2) Tujuan berdasarkan wujud tulisan/karangan, maksudnya tujuan pengajaran menulis dapat didasarkan atas wujud tulisan yang diharapkan dikuasai oleh siswa. Wujud karangan yang dimaksud misalnya siswa diharapkan mampu menulis karangan ilmiah, karangan nonilmiah, karangan yang bersifat pengetahuan, karangan yang bersifat kesusastraan, dll.
    (3) Tujuan berdasarkan tingkat kognisi yang dicapai, yaitu tujuan yang bersifat ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesia, dan evaluasi. Dalam

    praktek di kelas, diharapkan tujuan tersebut dapat tercapai dalam pembelajar di kelas. Siswa (kelas tinggi) sebaiknya mampu hingga tahap evaluasi karena jika seseorang pandai menilai sesuatu itu artinya dia telah memahami apa yang dia nilai.
    (4) Tujuan langsung dan tidak langsung, di mana tujuan langsungnya adalah agar siswa dapat menulis secara langsung tanpa melalui tahapan kegiatan prasyarat, sedangkan tujuan tidak langsungnya adalah siswa dapat menulis dengan melalui tahapan-tahapan kegiatan prasyarat.
    (5) Tujuan yang bersifat diskrit dan pragmatik, yakni pengajaran menulis yang bersifat diskrit bertujuan ingin melihat aspek-aspek kemampuan menulis secara terpisah-pisah, sedangkan pengajaran menulis yang bersifat pragmatik bertujuan ingin melihat kemampuan menulis secara utuh, bukan melihat aspek-peraspek.

Hakikat Pembelajaran Menulis

Berhasil atau tidaknya pengajaran menulis, salah satunya disebabkan oleh cara yang ditempuh guru dalam mengajarkan menulis. Menurut Nurhasanah&Widodo (1993:70–72), ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam mengajarkan kemampuan menulis adalah sebagai berikut.
(1) Prinsip
Menulis adalah ketrampilan berbahasa. Ketrampilan akan dapat dicapai kalau banyak berlatih. Oleh karena itu, untuk mencapai ketrampilan itu, siswa harus diberi banyak latihan atau tugas-tugas. Sebelum guru memberikan tugas-tugas kepada siswa, guru harus menjelaskan tugas-tugas apa yang diberikan kepada siswa dan apa yang harus dilakukan dan diperhatikan siswa.
(2) Pembimbingan
Bimbingan perlu diberikan secara intensif sejak siswa mulai belajar menulis sampai menghasilkan tulisan. Setelah siswa menghasilkan karangan, pengoreksian terhadap karangan perlu dilakukan dan hasilnya perlu diinformasikan kepada siswa. Guru bersama-sama siswa bisa mendiskusikan bagaimana pembetulan karangan itu karena yang diperlukan dalam karangan ini adalah siswa mengetahui bagaimana seharusnya mereka mengarang.
(3) Sifat pengajaran
Pengajaran menulis bisa dilakukan dengan dasar berikut ini.
    (a) Pengajaran menulis bisa dimulai dari latihan aspek-peraspek kemampuan menulis, kemudian dilanjutkan dengan latihan menulis karangan secara utuh.
   
    (b) Pengajaran menulis bisa dimulai dari teori tentang menulis, kemudian dilanjutkan ke praktek menulis, atau sebaliknya.
    (c) Hal-hal yang ditulis dimulai dengan hal-hal yang dikenal siswa atau berada di lingkungan siswa ke hal-hal yang belum dikenal siswa.
    (4) Media
Media pengajaran menulis bisa diambil dari contoh-contoh karangan yang sudah ada, bisa diambil dari surat kabar atau majalah.

Asas Menulis Efektif


Gie (2002:33) menuturkan bahwa ada tiga asas utama yang perlu diperhatikan dalam menulis karangan yang efektif. Dalam bahasa Inggris, ketiga asas utama tersebut dikenal dengan singkatan 3C yaitu clarity (kejelasan), conciseness (keringkasan), dan correctness (ketepatan). Ketiga asas tersebut yaitu sebagai berikut.
(1) Kejelasan
Asas mengarang yang pertama dan utama dalam kegiatan menulis ialah kejelasan. Hasil perwujudan gagasan seseorang dalam bahasa tulis harus dapat dibaca dan dimengerti oleh pembaca. Tanpa asas kejelasan, sesuatu karangan sulit dibaca dan sulit dimengerti oleh para pembacanya. Asas kejelasan tidaklah semata-mata berarti mudah dipahami, tetapi juga karangan itu tidak mungkin disalahtafsirkan oleh pembaca. Kejelasan berarti tidak samar-samar, tidak kabur sehingga setiap butir ide yang diungkapkan seakan-akan tampak nyata oleh pembaca. 

            (2) Keringkasan
Asas keringkasan tidaklah berarti bahwa setiap karangan harus pendek. Keringkasan berarti bahwa suatu karangan tidak menghamburkan kata-kata secara semena-mena, tidak mengulang-ulang butir ide yang dikemukakan, dan tidak berputar-putar dalam menyampaikan suatu gagasan dengan berbagai kalimat yang berkepanjangan. Menurut Harry Shaw (dalam Gie, 2002:36), penulisan yang baik diperoleh dari ide-ide yang kaya dan kata-kata yang hemat, bukan kebalikannya ide yang miskin dan kata yang boros. Jadi, sesuatu karangan adalah ringkas bilamana karangan itu mengungkapkan banyak buah pikiran dalam kata-kata yang sedikit.
(3) Ketepatan
Asas ketepatan mengandung ketentuan bahwa sesuatu penulisan harus dapat menyampaikan butir-butir gagasan kepada pembaca dengan kecocokan sepenuhnya seperti yang dimaksud oleh penulisnya. Oleh karena itu, agar karangannya tepat, setiap penulis harus menaati sepenuhnya berbagai aturan dan ketentuan tata bahasa, ejaan, tanda baca, dan kelaziman pemakaian bahasa tulis yang ada.
Tiga asas yang telah disebutkan di atas merupakan asas-asas utama yang harus diperhatikan dan dilaksanakan dalam kegiatan menulis, sehingga dapat menghasilkan suatu tulisan yang baik dan dapat dibaca dan dimengerti oleh pembaca. Selain ketiga asas utama tersebut, menurut Gie (2002:36–37), masih terdapat tiga asas menulis lainnya yang perlu diperhatikan oleh penulis agar dapat menghasilkan tulisan yang baik. Ketiga asas itu antara lain

             
(1) unity (kesatupaduan), (2) coherence (pertautan), dan (3) emphasis (penegasan). Ketiga asas tersebut yaitu sebagai berikut.
            (1) Kesatupaduan
Asas ini berarti bahwa segala hal yang disajikan dalam suatu karangan perlu berkisar pada satu gagasan pokok atau tema utama yang telah ditentukan. Untuk keseluruhan karangan yang tersusun dari alinea-alinea, tidak ada uraian yang menyimpang dan tidak ada ide yang lepas dari jalur gagasan pokok itu. Selanjutnya dalam setiap alinea hanya dimuat satu butir informasi yang berkaitan dengan gagasan pokok yang didukung dengan berbagai penjelasan yang bertalian dan bersifat padu.
(2) Pertautan
Asas ini menetapkan bahwa dalam sesuatu karangan bagian-bagiannya perlu ”melekat” secara berurutan satu sama lain. Dalam sebuah karangan antara alinea yang satu dengan alinea yang lainnya perlu ada saling kait sehingga ada aliran yang logis dari ide yang satu menuju ide yang lain. Demikian pula antara kalimat yang satu dengan kalimat berikutnya dalam suatu alinea perlu ada kesinambungan yang tertib. Jadi, pada asas pertautan semua alinea dan kalimat perlu berurutan dan berkesinambungan sehingga seakan-akan terdapat aliran yang lancar dalam penyampaian gagasan pokok sejak awal sampai akhir karangan.
(3) Penegasan
Asas penegasan dalam mengarang menetapkan bahwa dalam sesuatu tulisan butir-butir informasi yang penting disampaikan dengan penekanan atau penonjolan tertentu sehingga mengesan kuat pada pikiran pembaca.